Pesta
Tabuik menyuguhkan atraksi budaya bernuansa Islami yang melegenda.
Pembukaan Pesta Tabuik ini ditandai Pawai Taaruf ribuan pelajar MDA,
TPA, TPSA dan masyarakat mengintari kota. Setelah pawai Taaruf, pesta
pun dimulai. Selama waktu itu, dibuat dua buah “Tabuik”, yang akan
diarak pada 10 Muharram.
Selama sepuluh hari ini, digelar pula berbagai penampilan seni budaya
anak Nagari Pariaman, yakni Rabab Pariaman, Gandang Tassa, Randai,
Lomba Baju Kuruang, Puisi dan Tari Minang.
Selain itu digelar bazar dan pameran aneka produk usaha kecil dan
menengah serta komoditi ekspor dari Pariaman. Ratusan ribu pengunjung
berdatangan selama pesta “Tabuik”, baik wisatawan nusantara dan
mancanegara.
“Tabuik” adalah keranda bertingkat tiga terbuat dari kayu, rotan dan
bambu dengan tinggi mencapai 15 meter dan berat sekitar 500 kilogram.
Bagian bawah Tabuik berbentuk badan seekor kuda besar bersayap lebar dan berkepala “wanita” cantik berambut panjang. Kuda gemuk itu dibuat dari rotan dan bambu dengan dilapisi kain
beludru halus warna hitam dan pada empat kakinya terdapat gambar
kalajengking menghadap ke atas.
Kuda tersebut merupakan simbol Bouraq, kendaraan yang memiliki kemampuan terbang secepat kilat.
Bagian tengah Tabuik berbentuk gapura petak yang ukurannya makin ke
atas makin besar. Pada gapura itu ditempelkan motif ukiran khas
Minangkabau.
Di bagian bawah dan atas gapura ditancapkan “bungo salapan” (delapan
bunga) berbentuk payung dengan dasar kertas warna bermotif ukiran atau
batik.
Puncak Tabuik dihiasi payung besar yang dibalut kain beludru dan
kertas hias yang juga bermotif ukiran. Di atas payung ditancapkan patung
burung merpati putih.
Kaki Tabuik terdiri dari empat kayu balok bersilang dengan panjang
sekitar 20 meter. Balok-balok itu digunakan untuk menggotong dan
“menghoyak” Tabuik yang dilakukan oleh 100 orang dewasa.
Tabuik dibuat oleh dua kelompok masyarakat Pariaman, yakni kelompok
Pasar dan kelompok Subarang. Tabuik dibuat secara bersama-sama,
melibatkan para ahli budaya dan sejarah serta tokoh masyarakat sejak 1-9
Muharam dengan biaya puluhan juta rupiah.
Sejarah “Pesta Tabuik”
Dalam sejarah Pariaman, Tabuik pertama kali diperkenalkan anggota
pasukan Islam “Thamil” yang menjadi bagian pasukan Inggris pimpinan
Jendral Thomas Stamfort Raffles.
Saat
itu Inggris menjajah Provinsi Bengkulu pada 1826. Pasukan Thamil, yang
kebayakan muslim setiap tahun menggelar pesta Tabuik, yang di Bengkulu
bernama “Tabot”.
Setelah perjanjian London 17 Maret 1829, Inggris harus meninggalkan Bengkulu dan menerima daerah jajahan Belanda di Singapura.
Sebaliknya Belanda berhak atas daerah-daerah jajahan Inggris di Indonesia termasuk Bengkulu dan wilayah Sumatera lainnya.
Serdadu Inggris “angkat kaki” dari Bengkulu, namun pasukan “Thamil”
memilih bertahan dan melarikan diri ke Pariaman, Sumatera Barat yang
saat itu terkenal sebagai daerah pelabuhan yang ramai di pesisir barat
pulau Sumatera.
Karena pasukan Thamil mayoritas muslim, mereka dapat diterima
masyarakat Pariaman yang saat itu juga tengah dimasuki ajaran Islam.
Terjadilah pembauran dan persatuan termasuk dalam bidang sosial-budaya.
Salah satu pembauran budaya ditunjukkan lewat Pesta Tabuik. Bahkan
Tabuik akhirnya menjadi tradisi yang tidak terpisahkan dari kehidupan
warga Pariaman.
Makna pesta Tabuik dimaksudkan untuk memperingati kematian dua cucu
Nabi Muhammad SAW, yakni Hasan dan Husain yang memimpin pasukan kaum
muslim saat bertempur melawan kaum Bani Umayah dalam perang Karbala di
Mekkah.
Dalam pertempuran, Husain wafat secara tidak wajar. Sebagian muslim
percaya jenazah Husain diusung ke langit menggunakan “Bouraq” dengan
peti jenazah yang disebut Tabot.
Kendaraan Bouraq yang disimbolkan dengan wujud kuda gemuk berkepala wanita cantik menjadi bagian utama bangunan Tabuik.
Tahapan pembuatan “Tabuik”
Tahapan pembuatan Tabuik dimulai 1 Muharram didahului acara pembukaan
di lapangan Merdeka Pariaman yang dihadiri ribuan warga dan para
pejabat Pariaman dan Sumbar.
Selanjutnya dilaksanakan tradisi “maambiak tanah” (mengambil tanah) dilakukan dua kelompok Tabuik Pasar dan kelompok Subarang.
Masing-masing kelompok mengambil tanah pada pada tempat berbeda dan
berlawanan arah. Kelompok Tabuik Pasar mengambil tanah di Desa Pauh
sedangkan Kelompok Tabuik Subarang di Desa Gelombang.
Prosesi mengambil tanah dipercayakan kepada tokoh berjubah putih,
yang melambangkan kejujuran Husain. Tanah diambil dan dimasukan ke dalam
“daraga”, kotak yang menyimbolkan kuburan Husain.
Tanah itu lalu diarak ke rumah Tabuik Pasar dan rumah Tabuik Subarang diiringi alunan “gandang tasa” yang bertalu-talu.
Dalam perjalanan ke rumah Tabuik kedua kelompok Tabuik berpapasan dan
saat bertemu masing-masing kelompok berselisih dan bertempur, yang
menggambarkan perang Karbala.
Menyertai acara pembukaan pada hari pertama juga digelar Festival
Anak Nagari (permainan tradisional Pariaman/Sumbar), festival Tabuik
Lenong dan diakhir pawai Muharam mengelilingi Kota Pariaman. Malam
harinya digelar hiburan musik gambus di Lapangan Merdeka yang dihadiri
ribuan penonton.
Di hari kedua, pembuatan Tabuik dimulai dengan pembuatan kerangka
dasar Tabuik dari bahan kayu, bambu, dan rotan. Malam harinya, digelar
kesenian tradisional “Randai”.
Hari ketiga pengerjaan kerangka dasar Tabuik dilanjutkan, sedangkan
di lapangan digelar kesenian organ tunggal menampilkan penyanyi-penyanyi
lokal.
Tanggal 4 Muharram selain melanjutkan pembuatan kerangka dasar Tabuik
juga mulai dipersiapkan pembuatan kerangka Bouraq dan malam harinya
warga Pariaman dihibur dengan film layar tancap di lapangan Merdeka